HARIAN BOGOR RAYA - Presiden Jokowi kerap mendapatkan pujian dari berbagai tamu kenegaraan terkait Istana Kepresidenan, salah satunya Istana Bogor. Sayangnya, hal itu kerap membuatnya bingung sendiri.
Meski kerap dipuji Istana Kepresidenan (termasuk Istana Bogor, red) itu bagus, namun Presiden Jokowi sadar akan satu hal. Bangunan tersebut adalah warisan pembangunan era kolonial.
Tahukah Anda, dibalik kisah Presiden Jokowi itu, ada sejarah terkait Istana Kepresidenan, khususnya Istana Bogor. Seperti apa sejarah Istana Bogor?
Dilansir dari laman Setneg, Istana Kepresidenan Bogor atau Istana Bogor berada di Jalan Ir. H. Juanda No.1, Kelurahan Paledang, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat, + 60 kilometer dari Jakarta atau + 43 kilometer dari Cipanas. Istana Bogor berada di pusat Kota Bogor.
Kultur tanah di daerah Istana Bogor datar dengan luas sekitar 28.86 hektar, dan di ketinggian 290 meter dari permukaan laut. Maka, Kota Bogor termasuk ke dalam kota yang beriklim sedang, dengan hawa yang sejuk. Udara di sekitar Istana Bogor bersih dan segar karena Kota Bogor memiliki julukan “kota hujan”.
Baca Juga: Musim Penghujan Waspadai Potensi Tanah Labil
Sejarah Singkat
Istana Kepresidenan Bogor bermula dari pencarian orang-orang Belanda yang bekerja di Batavia (kini Jakarta) terhadap tempat yang ingin mereka huni sebagai tempat peristirahatan. Mereka beranggapan bahwa kota Batavia terlalu panas dan terlalu ramai, sehingga mereka perlu mencari tempat-tempat yang berhawa sejuk di luar kota Batavia.
Selain orang-orang Belanda tersebut, Gubernur Jenderal Belanda, G.W. Baron van Imhoff, juga melakukan pencarian seperti itu dan berhasil menemukan sebuah tempat yang baik dan strategis di sebuah kampung dengan nama Kampong Baroe, pada tanggal 10 Agustus 1741.
Setahun kemudian, pada tahun 1745, Gubernur Jenderal van Imhoff (1745-1750) memerintahkan pembangunan atas tempat pilihannya itu sebuah pesanggrahan yang diberi nama Buitenzorg (artinya 'bebas masalah/kesulitan). Dia sendiri yang membuat sketsa bangunannya dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.
Baca Juga: Valdai Diskusi club Gelar Seminar Rusia-Indonesia bertajuk dari Masa Lalu ke Masa Depan Sejarah
Penamaan Buitenzorg itu termasuk wilayah perkampungan di sekitarnya, kini dikenal sebagai Kota Bogor. Gubernur Jenderal Belanda yang satu ini tercatat sebagai orang yang amat rajin membangun gedung tersebut walaupun hingga masa dinasnya berakhir, bangunannya masih jauh dari selesai. Ia diganti oleh Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1750-1761).
Istana Kepresidenan Bogor mengalami rusak berat pada masa pemberontakan perang Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang yang terjadi pada tahun 1750-1754. Pasukan-pasukan Banten dengan gagah berani menyerang Kampong Baroe dan membakarnya.
Namun, pemberontakan itu berakhir dan mereka terpaksa harus tersingkir; bahkan perang tersebut mengakibatkan Kesultanan Banten menjadi rampasan Kompeni. Bangunan van Imhoff yang sudah rusak berat itu diperbaiki kembali oleh penggantinya dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.
Baca Juga: Rieke Diah Pitaloka: Arsip Membuat Sejarah Dapat Diselamatkan
Masih pada masa pemerintahan Hindia-Belanda; pergantian para gubernur jenderal Belanda itu mengakibatkan berbagai perombakan menimpa pesanggrahan impian. Salah satunya terjadi pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem Daendels (1808-1811).
Gedung/pesanggrahan itu diperluas, dengan memberikan penambahan lebar baik ke sebelah kiri maupun ke sebelah kanan gedung. Selain itu, Gedung induk dijadikan dua tingkat. Perhatian terhadap perluasan bangunan itu pun terus berlanjut.
Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826). Di tengah-tengah gedung induk didirikan menara dan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 Mei 1817.
Baca Juga: Koleksi Hutan Tropis Bambu Kuning di Kebun Raya Bogor Menjadi Daya Tarik Pengunjung
Kebun Raya didirikan oleh seorang guru besar bernama C.G.C. Reinwardt, yang pada saat itu menjabat Direktur Urusan Pertanian, Kerajinan dan Ilmu-Ilmu di Hindia Belanda. Namun, musibah datang kembali; pada tanggal 10 Oktober 1834 gempa bumi mengguncang Istana tersebut sehingga rusak berat.
Berbagai upaya penyelesaian dan penyempurnaan atas Istana terus dilakukan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856), bangunan lama yang terkena gempa, dirubuhkan dan dibangun kembali menjadi bangunan baru satu tingkat dengan mengambil arsitektur Eropa Abad IX. Selain itu, dibangun pula dua buah jembatan penghubung Gedung Induk dan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri yang dibuat dari kayu berbentuk lengkung.
Penyelesaian bangunan Istana Bogor selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861). Sembilan tahun kemudian, pada tahun 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer, yang secara terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang. Sebanyak 44 gubernur Jenderal Belanda pernah menjadi penghuni Istana Kepresidenan Bogor ini.
Baca Juga: Satu Lagi Yang Perlu Anda Tahu di Kebun Raya Bogor Tentang Ecodome Bangunan Artistik
Pada akhir Perang Dunia II, Indonesia menyatakan kemerdekaannya dan Jepang bertekuk lutut kepada tentara Sekutu. Sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg seraya mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Sayangnya, tentara Ghurka datang menyerbu. Para pemuda dipaksa keluar dari istana. Buitenzorg yang namanya kini menjadi Istana Kepresidenan Bogor diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir 1949.
Setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia pada bulan Januari 1950. Sedikit demi sedikit istana ini mengalami perubahan. Pada tahun 1952 bagian depan Gedung Induk hanya mendapat tambahan bangunan berupa sepuluh pilar penopang bergaya Ionia yang menyatu dengan serambi muka yang bertopang enam pilar dengan gaya arsitektur yang sama. Selain itu, anak tangga yang semula berbentuk setengah lingkaran diubah bentuknya menjadi lurus. Kemudian, setiap jembatan kayu lengkung yang menghubungkan Gedung Utama dan Gedung Sayap Kiri dan Sayap Kanan diubah menjadi koridor.
Fungsi Istana
Pada masa penjajahan Belanda, Istana Kepresidenan Bogor memiliki fungsi utama sebagai tempat peristirahatan. Namun, setelah masa kemerdekaan, seperti fungsi istana-istana kepresidenan lainnya, fungsi istana berubah menjadi kantor urusan kepresidenan serta menjadi kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.
Baca Juga: Taman Akuatik di Kebun Raya Bogor Rekomendasi Wisata Keluarga Sebagai Sarana Edukasi
Sejalan dengan fungsi tersebut, peristiwa penting yang pernah terjadi di antaranya adalah Konferensi Lima Negara, yang diselenggarakan pada tanggal 28-29 Desember 1954. Peristiwa yang lain adalah pembahasan masalah konflik Kamboja pada forum JIM (Jakarta Informal Meeting), yang dilaksanakan di istana ini pada tanggal 25-30 Juli 1988. Peristiwa penting lainnya adalah kegiatan Pertemuan Para Pemimpin APEC, yang diselenggarakan pada tanggal 15 November 1994.
Bagi bangsa Indonesia, khususnya, peristiwa bersejarah yang sangat berpengaruh pada kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah penandatanganan Surat Perintah 11 Maret 1966 yang amat terkenal dengan sebutan Supersemar.
Istana Kepresidenan Bogor memiliki 37 bangunan. Beberapa bangunan utamanya memiliki fungsi penting, sebagai berikut :
Baca Juga: Pasca Libur Lebaran, Kebun Raya Bogor Menjadi Favorit Pengunjung
Gedung Induk
Gedung Induk terdiri dari delapan ruang, yaitu Ruang Garuda, yang berfungsi sebagai Ruang Resepsi; di sini juga pertemuan-pertemuan besar dan sidang-sidang kabinet dapat dilaksanakan; Ruang Teratai yang berfungsi sebagai ruang penerimaan tamu; Ruang Film pernah berfungsi sebagai ruang pemutaran film pada masa Presiden Soekarno.
Ruang Makan yang berfungsi sebagai ruang makan utama; Ruang Kerja Presiden yang pernah berfungsi sebagai tempat bekerja Presiden Soekarno; Ruang Perpustakaan yang pernah berfungsi sebagai ruang perpustakaan Presiden Soekarno.
Ruang Famili dan Kamar Tidur, yang berfungsi sebagai tempat/ruang tunggu Presiden jika akan mengikuti aneka acara di Ruang Garuda; Ruang Tunggu Menteri yang berfungsi sebagai ruang tunggu para menteri jika mereka akan mengikuti acara-acara di Ruang Garuda.
Baca Juga: Kebun Raya Bogor Tawarkan Promo Spesial Cap Gomeh
Gedung Utama Sayap Kiri
Gedung Utama Sayap Kiri diperuntukkan bagi para Menteri yang menyertai tamu negara. Gedung Utama Sayap Kiri ini terdiri dari dua ruang, yakni Ruang Konferensi, yang pernah digunakan sebagai Ruang Konferensi Lima Negara (Ruang Pancanegara) tahun 1954. Konferensi ini merupakan lanjutan Konferensi Kolombo untuk mempersiapkan Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Pada masa pemerintahan Belanda, Gedung Sayap kiri ini pernah digunakan oleh para staf gubernur-jenderal. Selain Ruang Konferensi, pada Gedung Utama Sayap Kiri juga terdapat Ruang Tidur dan Ruang Tengah, yang difungsikan sebagai tempat menginap presiden, tamu negara, dan tamu agung.
Gedung Utama Sayap Kanan
Gedung Utama Sayap Kanan disediakan bagi tamu tamu Negara yang bermalam di Istana Bogor. Bagian ini terdiri atas beberapa ruang tidur. Pada masa pemerintah Belanda, Gedung Sayap Kanan digunakan bagi tamu-tamu gubernur jenderal yang bermalam.
Bangunan-Bangunan Lain
Dalam kompleks Istana Bogor terdapat beberapa bangunan lain, yaitu Pavilion Dyah Bayurini, Pavilion Amarta, Pavilion Madukara, Pavilion Pringgondani, Pavilion Dwarawati dan Pavilion Jodipati.
Tiap-tiap Pavilion memiliki fungsi masing-masing, diantaranya adalah Pavilion Dyah Bayurini yang dilengkapi dengan kolam renang. Pavilion ini digunakan sebagai tempat peristirahatan bagi Presiden beserta keluarga jika sedang berkunjung ke Istana Kepresidenan Bogor, dan Pavilion Jodipati digunakan sebagai rumah kediaman untuk pejabat Istana dengan jabatan sebagai kepala istana.
Sedangkan untuk Pavilion lainnya digunakan sebagai tempat peristirahatan oleh para pejabat lain. Selain itu, terdapat juga Gedung Serba Guna yang berfungsi sebagai ruang serba guna seperti penyelenggaraan kesenian, pertemuan, tempat artis, dan sebagainya.
Mulai bulan Mei 2015, Presiden Joko Widodo bersama keluarga menempati Istana Bogor, tepatnya di Pavilion Dyah Bayurini.
Bagian-Bagian Istana
Dari seluruh bagian gedung, yang dapat dikemukakan perubahannya secara umum adalah seluruh pintu istana tidak ada lagi yang menggunakan tirai. Perubahan ini terjadi pada masa dinas Presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri. Selain itu, seluruh permadani di ruang-ruang utama diganti dengan permadani buatan Persia dengan warna-warna yang harmonis dengan lingkungannya.
Demikian pula halnya dengan perabotan. Kursi-kursi lama diperbaharui untuk digunakan kembali. Secara khusus, keadaan bagian-bagian Istana Kepresidenan Bogor adalah sebagai berikut :
Gedung Induk : Ruang Teratai
Luas Gedung Induk adalah 500 m2 yang antara lain terdiri dari Ruang Teratai, Ruang Garuda, Ruang Film, Ruang Makan, Ruang Kerja, Ruang Perpustakaan, Ruang Raja dan Ruang Panca Negara. Arsitekturnya tidak berubah, yaitu menampilkan gaya Bleinheim Palace Inggris Bangunan ini disebut Ruang Teratai karena pada salah satu dinding/temboknya tergantung sebuah lukisan bunga teratai yang sedang mekar, yang diberi judul Teratai, buah karya pelukis C.L. Dake Jr. (1952).
Perabot di ruang ini cenderung didominasi oleh warna kecoklatan, kekuningemasan, serta kegading-gadingan, mulai dari permadani yang mengalasi meja serta kursi-kursinya hingga ke dinding/temboknya. Ruangan menjadi lebih indah karena terpampang benda-benda seni yang bernilai tinggi, seperti adanya guci-guci keramik besar dan tinggi suvenir dari Perdana Menteri Rusia, Khruschev, yang amat serasi dengan besar/luasnya ruang ini.
Lukisan-lukisan nan cantik juga tergantung di dindingnya. Tiga lampu kristal yang berjuntai dari langit-langit menjadikan Ruang Teratai begitu indah dan anggun.
Baca Juga: Pahami Sebab Buta Warna Hingga Dampak Bagi Kesehatan
Gedung Induk : Ruang Garuda
Seperti juga keunikan nama Ruang Teratai, pemberian nama Ruang Garuda disebabkan oleh adanya lambang negara Republik Indonesia, Garuda Pancasila yang berukuran besar tergantung di dinding tembok ruang. Ruang ini terletak di belakang Ruang Teratai. Kedua ruang ini, Teratai dan Garuda, dihubungkan dengan ruang yang kedua ujungnya diapit oleh sepasang pilar.
Pada kedua dinding ruang penghubung itu, masing-masing, terpasang sebuah cermin berbingkai emas peninggalan pemerintah Belanda. Bayangan cermin-cermin tersebut saling memantul sehingga tampak banyak sekali bayangan. Itulah sebabnya, cermin ini dikenal dengan nama Kaca Seribu.
Di dalam Ruang Garuda tampak enam belas buah pilar besar bergaya Korintia, menopang langit-langit ruangan berbentuk kubah oval, yang dihiasi dengan relief-relief unik gaya Yunani.
Baca Juga: SMPN 4 Gunung Putri Siap Bangun Ruang Kelas Baru untuk Optimalkan Proses Belajar Mengajar
Gedung Induk bagian kiri terdapat Ruang Film yang di sekelilingnya terdapat beberapa ruangan, yaitu Ruang Makan, Ruang Kerja, dan Ruang Perpustakaan, sedangkan bagian kanan Gedung Induk ini terdiri dari kamar-kamar, yang salah satu kamar tidur itu diberi nama Ruang Raja. Kamar tidur ini memiliki sebuah tempat tidur berukuran istimewa: 225 cm x 284 cm, tempat tidur ini dipersiapkan bagi Raja Arab Saudi, Ibnu Saud, yang berpostur tubuh tinggi, yang direncanakan pada saat itu akan bermalam di Istana Bogor.
Pavilion Sayap Kiri dan Pavilion Sayap Kanan
Gedung Induk Sayap Kiri dibangun terdiri dari dua ruang. Ruang pertama adalah Ruang Panca Negara, yang luasnya 511 m2. Sejalan dengan fungsinya yang bersifat resmi, ruang ini didominasi oleh warna gading dan coklat, baik warna untuk meja serta kursi-kursi sidangnya maupun karpet yang mengalasinya sehingga ruang ini terasa menyimpan kharisma.
Ruang kedua adalah Ruang Tidur dan Ruang Tengah. Sesuai dengan fungsinya, perabot yang terdapat di dalamnya berkaitan dengan keperluan istirahat. Demikian pula halnya dengan keadaan yang tampak dalam Gedung Utama Sayap Kanan yang lebih luas daripada Gedung Utama Sayap Kiri, yaitu 651 m2. Ruang ini berisi perabot dan perlengkapan istirahat.
Baca Juga: Mengenal Kelurahan Babakan Kota Bogor, Surga Bangunan Indis
Enam Pavilion dan Bangunan Lain
Dari keenam Pavilion yang ada di Istana Kepresidenan Bogor, tercatat bahwa Pavilion Amarta pernah digunakan sebagai kediaman Presiden Soekarno bersama Ibu Hartini. Sejalan dengan fungsinya, keadaan semua Pavilion ditopang oleh perabot dan perlengkapannya.
Di antara bangunan-bangunan lainnya, yang patut dicatat di sini adalah Gedung Dyah Bayurini; gedung ini dibangun pada tahun 1964, di atas luas tanah 560,44 m2. Sebagai tempat istirahat Presiden serta keluarganya, gedung ini terasa amat menyejukkan, amat menenangkan dan menenteramkan hati. Warna-warna yang menyelimuti perabot dalam ruangan ini didominasi oleh hijau muda. Selain itu, Gedung Serba Guna, yang dibangun pada tahun 1908, di atas luas tanah 385,60 m2 , didominasi warna-warna gading/krem. Bangunan-bangunan yang lain merupakan bangunan-bangunan pelengkap kantor dan kediaman Presiden.
Di area Istana Bogor juga terdapat bangunan baru, yaitu Museum Kepresidenan Balai Kirti. Balai Kirti digagas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan tanggal 18 Oktober 2014. Hanya area ini di Istana Bogor yang bisa dikunjungi masyarakat umum.
Baca Juga: BPBD akan Gelar Simulasi Serentak bagi Masyarakat Jakarta untuk Hadapi Bencana Megathrust
Museum ini dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada para Presiden Indonesia. Selain itu, Museum Kepresidenan RI juga diharapkan menjadi salah satu tempat wisata edukasi bagi anak-anak.
Museum Kepresidenan Republik Indonesia ini berisi sejarah perjalanan bangsa Indonesia, patung perunggu para Presiden Indonesia, Naskah Proklamasi, Lambang Negara, Burung Garuda, Pembukaan UUD 1945, Pancasila, Sumpah Pemuda, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, peta digital yang menggambarkan sejarah perkembangan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, ruang audio visual yang akan menayangkan film-film terkait dengan peristiwa dan prestasi Presiden-presiden Republik Indonesia, dan profil secara runut masing-masing Presiden. Dengan luas 3.211,6 meter persegi dan terdiri atas tiga lantai, Museum ini dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kepustakaan dan Benda Seni
Istana Kepresidenan Bogor mempunyai koleksi buku sebanyak 3.205 buah. Selain itu, istana ini menyimpan banyak benda seni, baik yang berupa lukisan, patung, serta keramik dan benda seni lainnya. Hingga kini lukisan yang terdapat di istana ini adalah 448 buah. Begitu pula halnya dengan patung dengan aneka bahan bakunya. Di istana ini terdapat patung sebanyak 216 buah.
Baca Juga: Intinya Pembahasan Buku Karya Pakar Soal Produktivitas
Istana Bogor juga mengoleksi keramik sebanyak 196 buah. Semua itu tersimpan di museum istana, di samping yang dipakai sebagai pemajang di setiap ruang/bangunan istana.
Halaman Istana Kepresidenan Bogor
Tahun 1808-1811 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Willem Daendels, pada halaman Istana didatangkan dan dipelihara enam pasang rusa yang berasal dari perbatasan India dan Nepal. Sampai saat ini perkembangan populasi rusa terus meningkat. Istana Kepresidenan Bogor memberikan beberapa rusa kepada pihak-pihak yang meminta rusa sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
Selain hewan peliharaan rusa dan pohon-pohon beringin besar yang diselingi kolam-kolam ikan dengan bunga teratai dari daerah Amazon, Brazil, halaman Istana Kepresidenan Bogor juga dihiasi oleh puluhan patung koleksi Istana Kepresidenan Bogor yang memiliki nilai seni tinggi, seperti patung “Pemanah” dari perunggu karya Strobol dari Hongaria (1919), “Si Denok” karya Trubus dan reproduksi patung “The Hand of God” yang berasal dari Swedia.***