HARIAN BOGOR RAYA - Yayasan Komunitas Thrifting Indonesia (KTI) resmi mengajukan permohonan kepada Menteri Perdagangan Republik Indonesia untuk memberikan diskresi terbatas terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022, yang melarang impor pakaian bekas. Peraturan ini merupakan perubahan dari Permendag Nomor 18 Tahun 2021, yang melarang impor barang tertentu, termasuk pakaian thrifting.
Dalam surat bernomor 03/PusatKTI/IX/24, Ketua Umum KTI, Aloysius Maria Tjahja Adji, menegaskan bahwa pakaian bekas thrifting tidak hanya berkontribusi pada ekonomi rakyat, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan melalui konsep ekonomi sirkular.
"Pakaian bekas justru mendukung ekonomi sirkular dan lebih ramah lingkungan karena dapat mengurangi sampah rumah tangga," ujar Aloysius, pada Jumat, 27 September 2024.
Tren Thrifting di Kalangan Anak Muda
Baca Juga: Detik-detik Aksi Pedagang Pakaian Bekas di Pasar Cimol Gedebage Bandung Viral di Media Sosial
Menurut data dari Goodstats menunjukkan bahwa hampir 50% anak muda Indonesia telah mencoba thrifting, menandakan bahwa gaya hidup ini telah menjadi tren besar di kalangan masyarakat. KTI meyakini bahwa larangan impor pakaian bekas tidak adil, mengingat penurunan kinerja industri tekstil nasional lebih disebabkan oleh masalah internal perusahaan, bukan semata-mata karena kompetisi dengan produk thrifting.
Kebijakan Pelarangan yang Dianggap Anomali Produk Thrifting
KTI juga menyoroti ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah yang memperbolehkan impor barang bekas lain seperti pesawat, kapal, dan alat medis, namun melarang impor pakaian bekas yang dianggap tidak menimbulkan risiko besar bagi pengguna. Mereka membandingkan kebijakan Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Timor Leste, yang memanfaatkan impor pakaian bekas sebagai salah satu sumber pendapatan negara.
Sebagai jalan keluar, KTI mengusulkan agar impor pakaian bekas diperbolehkan dalam skala tertentu dan melalui pelabuhan-pelabuhan yang ditunjuk, dengan pengawasan ketat. Selain itu, mereka meminta agar Kementerian Perdagangan melakukan telaah ulang terhadap dasar penerbitan peraturan ini. KTI juga memperingatkan bahwa jika diskresi tidak diberikan, mereka akan mempertimbangkan langkah hukum untuk menuntut revisi atas Permendag tersebut.
Surat permohonan ini ditembuskan ke sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, serta Satgas Pengawasan Barang Impor Tertent
Dengan pengajuan ini, KTI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan yang mereka anggap menghambat ekonomi rakyat dan tidak konsisten dengan visi keberlanjutan lingkungan.***