Benarkah Kematian Satu Keluarga yang Lompat dari Lantai 21 Apartement Teluk Intan Termasuk dalam Tindak Pidana

- 13 Maret 2024, 13:35 WIB
Ilustrasi bunuh diri.
Ilustrasi bunuh diri. /prfmnews/

HARIAN BOGOR RAYA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel angkat bicara terkait kasus tewasnya empat orang anggota keluarga usai melompat dari lantai 21 Apartemen Teluk Intan Tower Topas Penjaringan Jakarta Utara beberapa hari lalu.

Menurutnya, ada tindak pidana pada kasus kematian yang melibatkan anak-anak tersebut, Jadi menurutnya, kematian anak-anak tersebut merupakan satu tindak pidana, bukan kasus bunuh diri.

“Dalam pendataan polisi, dan perlu menjadi keinsafan seluruh pihak, tetap peristiwa memilukan itu seharusnya dicatat sebagai kasus pidana,” kata Reza dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 12 Maret 2024, dikutip HARIAN BOGOR RAYA dari ANTARA.

Baca Juga: Polres Cianjur Sebar Anggota, Kejar Pelaku Pembunuhan

Reza melihat, dalam kasus tersebut ada motif pemaksaan terhadap anak untuk melompat dari gedung tinggi. Yangmana menurutnya, keempat orang yang terjun dari atap apartemen itu, baru bisa dikatakan bunuh diri sekeluarga (bersama-sama) jika bisa dipastikan, bahwa masing-masing orang tersebut ada kehendak dan antarmereka ada kesepakatan (konsensual) untuk melakukan perbuatan demikian.

Namun demikian menurut Reza, apabila kedua anak tersebut dianggap menyetujui dalam peristiwa tersebut, maka kasus ini dianggap gugur. Secara universal bagi Reza, anak-anak juga harus dipandang sebagai manusia yang juga memiliki hak untuk tidak memberikan persetujuan bagi aksi bunuh diri.

Terlepas kedua anak dalam kasus tersebut mau atau tidak mau, setuju atau tidak setuju dalam hal ini melakukan bunuh diri, Reza berpendapat kedua anak itu  tidak mau dan tidak setuju. Oleh karnanya, kata Reza, aksi terjun bebas tersebut, mutlak harus disimpulkan sebagai tindakan yang tidak mengandung konsensual (kesepakatan).

Baca Juga: Kisah Perjalanan Petinju Ellyas Pical Akan Tayang di Prime Video

Reza memastikan, karena pada kasus ini dianggap tidak konsensual, maka anak-anak itu harus disikapi sebagai manusia yang tidak berkehendak dan tidak bersepakat, melainkan dipaksa untuk melakukan aksi ekstrim, dipaksa melompat, maka mereka justru jadi korban pembunuhan.

“Pelaku pembunuhnya adalah pihak yang -harus diasumsikan- telah memaksa anak-anak tersebut untuk melompat sedemikian rupa,”ucapnya.

Namun kata Reza, kasus ini berubah tidak lagi semata-mata bunuh diri dan pembunuhan. Tapi polisi tidak bisa memproses lebih lanjut karena terduga pelaku sudah tewas. di Indonesia tidak mengenal proses pidana terhadap pelaku yang sudah mati (posthumous trial).

Baca Juga: Atta Posting Kebersamaannya dengan Keluarga Sambut Ramadhan 1445 H

Empat anggota keluarga terdiri atas ayah, ibu dan dua orang anak ditemukan sudah tidak bernyawa oleh petugas keamanan di lobby apartemen pada Sabtu (9/3).

Keempat korban mengalami luka berat di bagian kepala, tangan dan kaki. ada ikatan tali yang putus pada tangan keempat korban, yang diduga tali tersebut terikat pada tangan sebelum melakukan aksi bunuh diri.***

Disclaimer: Bijaksanalah dalam membaca konten ini! Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi kepada siapapun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Anda yang merasakan gejala depresi sehingga ada dorongan untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental. Anda dapat menghubungi layanan konseling terdekat di Kota/Kabupaten Anda.

 

Editor: Herawati Nurlia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x