Industri Pariwisata Pertanyakan Cara Jadi Lebih Hijau, Ada Beberapa Hambatan Pasca Pandemi Covid-19

- 14 Maret 2023, 13:11 WIB
Ilustrasi industri pariwisata.
Ilustrasi industri pariwisata. /Pixabay/

HARIAN BOGOR RAYA - Industri pariwisata mempertanyakan bagaimana menjadi lebih hijau lantaran menghadapi margin yang tipis dan pemulihan pasca pandemi Covid-19 masih terhambat pembatasan perjalanan global, seperti lambatnya pengembalian visa yang tersedia untuk turis China.

Masih soal industri pariwisata, pengimbangan karbon telah tersedia di pasar selama bertahun-tahun dengan banyak maskapai menawarkan program investasi sukarela. 

Tetapi, penyerapan untuk industri pariwisata terbatas dan ada pertanyaan tentang seberapa efektif penyeimbangan itu.

Baca Juga: Menparekraf Berharap Pameran Travel Exchange ASEAN Tourisme Forum 2023 Tingkatkan Kebangkitan Pariwisata

Sementara, wisatawan di seluruh dunia, terutama di Eropa mendukung perjalanan lebih ramah lingkungan, namun cenderung enggan menanggung biaya tambahan. Hal itu terungkap menurut survei 5.000 orang oleh asosiasi kendaraan bermotor ADAC yang dirilis bulan ini.

Di Jerman, kekuatan ekonomi Uni Eropa, misalnya, sebanyak 24 persen wisatawan percaya keberlanjutan ekologis merupakan kriteria penting saat memesan paket liburan. Namun, hanya 5-10 persen yang bersedia membayar biaya tambahan untuk tujuan keberlanjutan.

"Masalahnya adalah orang tidak ingin membayar lebih untuk keberlanjutan," kata Kepala Riset dan Strategi Produk di perusahaan riset perjalanan Phocuswright Charuta Fadnis sebagaimana dilansir Reuters melalui Antara, Selasa.

Baca Juga: PT Kereta Api Pariwisata Buka Lowongan Nih, Syarat dan Prosedurnya Ada di Sini

Sementara, Direktur Keberlanjutan untuk maskapai penerbangan murah Irlandia Ryanair Thomas Fowler mengatakan kepada Reuters awal tahun ini, bahwa hanya sedikit yang bersedia membayar beberapa euro yang diperlukan untuk ikut serta dalam program penggantian kerugian karbon.

"Kurang dari 3 persen pelanggan kami yang menggunakannya," katanya.

Maskapai andalan Jerman, Lufthansa, pada Februari juga mulai menawarkan "tarif hijau" yang lebih mahal pada beberapa penerbangan, untuk mengimbangi beban terhadap iklim sebesar 20 persen melalui penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF), dan 80 persen melalui pembiayaan proyek perlindungan iklim.

Baca Juga: Dugaan Sebab Kecelakaan Pemotor dan Bus Pariwisata di Sukabumi Versi Polisi

Tarif hijau itu terintegrasi ke dalam harga, tidak seperti biaya opt-in Lufthansa yang ada, tetapi menurut perusahaan, respons penumpang sangat rendah yakni 0,1 persen. Uji coba untuk penawaran terintegrasi baru di Skandinavia menunjukkan tingkat penyerapan yang juga rendah tapi setidaknya lebih baik yakni sebesar 2 persen.

Menurut Charuta Fadnis, generasi muda lebih berkomitmen pada keberlanjutan, tetapi tanpa keinginan untuk membayar lebih, sehingga bisnis harus menjadi lebih kreatif.

Beberapa operator perjalanan bersikeras bahwa pariwisata ramah iklim tidak perlu merugikan dunia dan terkadang bahkan bisa menjadi pilihan yang lebih murah.***

Editor: Maryam Purwoningrum


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x