Dikutip Pikiran Rakyat dari Kemenag Kota Denpasar, ada dua pendapat berbeda terkait waktu qadha puasa bulan Ramadhan. Kedua pendapat tersebut dijelaskan dalma kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah.
Pertama menurut ulama Syafiiyah dan ulama Hanabilah, batas akhir qadha puasa Ramadhan adalah hingga datang puasa Ramadhan berikutnya.
”Aku tidaklah mengqadha sesuatu pun dari apa yang wajib atasku dari bulan Ramadhan, kecuali di bulan Sya’ban hingga wafatnya Rasulullah SAW,” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad, hadis sahih).
Baca Juga: Daya Tarik Kendaraan Motor Listrik Dilirik Investor
Terdapat hadis-hadis yang semakna dalam lafadz-lafadz lain sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 871-872, hadits no. 1699.
Sementara, pendapat kedua menurut ulama Hanafiyah, tidak ada batas akhir qadha puasa Ramadhan dalam arti boleh dilakukan kapan saja, baik setelah tahun puasa Ramadhan yang ditinggalkan atau tahun-tahun berikutnya. Pendapat itu tertuang dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 122.
“Kewajiban meng-qadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang lapang waktunya tanpa ada batasan tertentu, walaupun sudah masuk Ramadhan berikutnya,” (Wujuubu al-qadhaa`i muwassa’un duuna taqyiidin walaw dakhala ramadhan ats-tsaniy).
Baca Juga: Gunakan Skema Jalur Udara, Polri Terus Upayakan Evakuasi Kapolda Jambi dan Korban Lainnya
Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, perlu dipahami membayar utang puasa hukumnya wajib. Hal ini seperti tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 185.