Harian Bogor Raya- Ftalat mudah ditemui di manapun (omnipresent). Seperti pada produk kemasan makanan, perlengkapan kamar mandi, material rumah hingga interior mobil.
Ftalat pun digunakan pada kosmetik dan produk perawatan tubuh, termasuk beberapa produk farmasi tertentu, atau suplemen pelangsing tubuh. Semuanya lekat berhubungan dengan dunia wanita.
Ftalat merupakan zat yang larut dalam air sehingga bisa masuk melalui makanan, udara, dan air.
Baca Juga: Siap-siap Biaya Haji 2023 Naik Dua Kali Lipat, Jamaah Wajib Tahu
Tubuh kita kemudian mencerna bahan kimia ini dan menghasilkan produk turunan yang bisa terdapat dalam urine, air susu, serta darah.
Adanya zat ini di dalam tubuh, terutama wanita, kemudian mendorong tumbuhnya fibroid.
Pada sebuah eksperimen laboratorium, ditemukan bahwa paparan DEHP dalam sel tumor rahim dalam cawan petri hidup lebih lama dan berkembang biak lebih banyak.
Baca Juga: Lolos ke Semifinal India Open 2023, Anthony Ginting: Seperti Main di Kandang Sendiri
Sebuah riset baru-baru ini mengutarakan jika pertumbuhan sel fibroid membesar setelah penggunaan produk turunan DEHP.
Ginekolog Serdar Bulun dari Fakultas Kedokteran Northwestern University Feinberg mengatakan, ftalat memang tidak mencetuskan tumor.
Namun, ftalat membantu tumor tumbuh lebih besar. Soalnya, ftalat menunda kematian sel tumor.
Baca Juga: Lagu Serenade Ebiet G Ade Menyentuh Perasaan, Begini Liriknya
Sayangnya, regulasi pemakaian ftalat masih lemah, dan nyaris mustahil untuk dihindari penggunaannya dalam produk sehari-hari.
Bulun mengatakan, banyak sel fibroid yang bermutasi dari gen MED12 yang merangsang pertumbuhan tumor.
Mutasi mungkin terjadi dari single stem cell dan sel-sel ini terus membelah dan membentuk sebuah tumor. Dalam proses ini, DEHP turut serta mempercepatnya.
Perlu diketahui, material plastik yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari mengandung bahan kimia pengganggu hormon. Salah satunya, ftalat yang dapat larut dalam air.
Ilmuwan tengah meneliti bagaimana fibroid pada rahim terkait dengan ftalat. Komponen kimia ini ditemukan pada ratusan produk rumah tangga serta kosmetik.
Fibroid rahim adalah tumor nonkanker mulai dari seukuran biji hingga bola sepak yang tumbuh di sekitar rahim.
Fibroid ini mengakibatkan banyak gangguan pada wanita seperti nyeri punggung dan panggul, perdarahan menstrual yang berat, nyeri saat berhubungan seksual, dan masalah reproduksi lainnya.
Ftalat diketahui dapat mengganggu hormon dan sudah jadi bahan penelitian lebih dari puluhan tahun.
Sebagian studi mengidentifikasikan penyebab fibroid pada wanita adalah karena paparan ftalat.
Pada 2017 setelah dianalisis dari lima riset, ilmuwan dari Cina dilaporkan menemukan kenaikan risiko fibroid pada urine wanita yang mengandung produk turunan ftalat yang disebut DEHP. Komponen kimia ini dikenal sebagai bahan tambahan pada plastik untuk membuatnya fleksibel.
Di Amerika Serikat, diperkirakan 26 juta wanita antara usia 15-50 tahun memiliki fibroid rahim. Setengah dari mereka mengalami gejala yang melemahkan.
Hingga saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan fibroid secara permanen.
Tumor ini akan menyusut sendirinya, terutama setelah menopause. Dan, para wanita ini mungkin tidak memerlukan penanganan khusus, kecuali gejalanya terasa lebih berat.
Beberapa pengobatan dapat meringankan gejalanya. Namun, tindakan operasi satu-satunya pilihan ketika obat-obatan terbukti tidak efektif atau tumor ini menghalangi wanita untuk dapat hamil.
Pasien dapat memilih untuk melakukan myomectomy, sebuah prosedur pengangkatan fibroid. Tindakan ini termasuk minimal invasif dan dapat menyelamatkan rahim.
Tapi untuk beberapa kasus yang berat, hysterectomy atau pengangkatan rahim menjadi diperlukan.
Hanya, meski tumor rahim sering ditemukan pada wanita, namun pemahaman mengenai penyakit ini masih rendah.
Ami Zota, seorang peneliti kesehatan lingkungan dari Columbia University Mailman School of Public Health mengatakan, ilmuwan belum mengetahui penyebab tumor ini tumbuh.
Meski mutasi genetik, ketidakseimbangan hormon, serta faktor risiko seperti usia, ras, obesitas, serta penggunaan kimia sintetis tetap terkait pada penyakit ini.***