HARIAN BOGOR RAYA - Olahraga, selama ini menjadi pola pikir di kalangan masyarakat bahwa itu adalah sebuah hukuman yang harus dijalani seseorang. “Seperti ceritaku waktu SMA, dulu olahraga itu masih menjadi hukuman,” kata Co Founder dari Runhood and Running, Rage Adystra Bimo.
Apalagi, ujarnya, akses dan pengetahuan soal olahraga di kalangan masyarakat kini sudah jauh lebih baik. Masyarakat pun harus menjadikan olahraga sebagai sebuah hobi yang ditekuni atau suatu profesi. Terlebih beberapa orang memiliki potensi sensor motorik yang lebih tinggi daripads kognitifnya.
“Jadi olahraga itu sama kayak kamu belajar matematika atau fisika dan itu sebenarnya bisa jadi salah satu minat untuk anak-anak. Jadi bukan dijadikan sebagai anak tiri atau hukuman, kalau kapabilitas anak di situ, motoriknya lebih tinggi, kenapa enggak difokuskan ke sana karena olahraga bisa jadi profesi. Itu yang aku mau lihat di Indonesia,” katanya yang juga jadi pelatih lari di One Track Mind.
Baca Juga: Sederet Manfaat Kesehatan Fisik dan Mental Bagi Pecinta Olahraga Renang
Sementara, Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga dr. Andhika Raspati menjelaskan, sejumlah budaya olahraga di Indonesia yang perlu diubah oleh masyarakat, terutama terkait pola pikir dan porsi sesuai kebutuhan tubuh masing-masing.
“Kalau saya lihat, ini dalam konteks Jakarta dulu, saya lihat di Jakarta ini terbagi jadi dua kubu. Ada kubu mereka yang malas berolahraga dan kubu yang terlalu ekstrem olahraga,” kata dr. Andhika Raspati dilansir dari Antara.
Sebagai seorang konten kreator di bidang kesehatan, ia sering menerima banyak komentar dalam konten yang dirinya unggah di media sosial. Dari komentar tersebut, beberapa orang mengaku malas berolahraga dan hanya melihat olahraga sebagai suatu langkah untuk mengobati penyakit.
Baca Juga: STY Curhat Soal Olahraga Sepak Bola
Hal ini berakhir pada kondisi dimana seseorang baru memulai olahraga ketika mengalami kegemukan (obesitas), hasil medical check-up (MCU) yang buruk, terkena kolestrol, diabetes atau penyakit lainnya.