Network
HARIAN BOGOR RAYA - Penelitian menunjukkan, emosi yang berbeda ada kaitan dengan pola pernapasan yang berbeda. Hal itu kerap kali napas terasa cepat saat dan tidak bisa terkontrol saat merasa marah.
Lalu, memperlambat ritme napas, khususnya embusan napas bisa memulai relaksasi. Ini pun menenangkan detak jantung dan menstimulasi saraf vagus yang berjalan dari batang otak ke perut. Hal itu jadi bagian dari sistem saraf parasimpatis (“sistem istirahat dan pencernaan”). Anda pun akan mulai tenang, merasa lebih baik dan kemampuan Anda untuk berpikir akan berjalan kembali.
Dan ada langkah memberikan cara mengatur emosi dengan teknik pernapasan. Yaitu tarik napas hingga paru-paru Anda penuh (misalnya hingga empat hitungan). Kemudian, coba hembuskan napas lebih lama dari saat Anda menarik napas. Idealnya satu setengah atau dua kali lebih lama. Lakukan ini dengan mata tertutup selama lima menit dan perhatikan efek setelahnya.
Baca Juga: Dokter Ungkap Hal Penting Soal Polusi Udara dan Gangguan Saluran Pernapasan
Saat merasakan perasaan emosional atau dalam keadaan terburuk, biasanya ingin sesuatu yang bekerja dengan cepat untuk meredakannya salah satunya pernapasan.
Dilansir dari laman Psychology Today melalui PMJ News, dosen di Yale School of Management dan penulis Emma Seppala Ph.D mengatakan manusia menjalani hidup dengan bernapas. Di antara momen-momen penting tersebut, kita akan mengambil sekitar 20.000 napas sehari.
Hal ini seharusnya membuat kita menjadi ahli pernapasan, namun kebanyakan orang tidak menyadari potensi besar yang dimiliki napas bagi kesehatan mental.
Baca Juga: Saran Penting Soal Keluhan Pernapasan Akibat Polusi Udara
Ia mengatakan, cara kita bernapas memengaruhi fisiologi, kesejahteraan, dan fungsi kognitif seperti detak jantung, tekanan darah, emosi, dan ingatan.
