Pengamat Komunikasi Politik Pertanyakan Proses Penangkapan Palti Hutabarat

20 Januari 2024, 07:03 WIB
Dittipidsiber Bareskrim Polri menangkap Palti Hutabarat, penggiat media sosial yang diduga menyebarkan berita bohong /ANTARA

HARIAN BOGOR RAYA - Pengamat komunikasi politik sekaligus Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Henri Subiakto mempertanyakan terkait proses penangkapan pegiat media sosial Palti Hutabarat, yang diduga menyebarkan berita bohong.

Ia mengingatkan, seharusnya dijelaskan terlebih dahulu prises sebelumnya terkait gelar perkara. jika tidak ada proses gelar perkara, maka keabsahan penangkapan tersebut perlu dipertanyakan.

"Ini harus ada penjelasan. Harus dijelaskan proses sebelumnya seperti apa. Sudah ada belum yang namanya katakanlah gelar perkara?"ucap Henri.

Baca Juga: Sri Mulyani Angkat Bicara Terkait Isu Dirinya Akan Hengkang dari Kabinet Indonesia Maju

Henri mengatakan posis Palti Hutabarat, dalam kasus yang dituduhkan kepada dirinya sama seperti pengguna media sosial lainnya, yakni menyebarkan suatu rekaman peristiwa.

Menurutnya jika tanpa gelar perkara, dirinya menilai ada penerapan hukum yang salah, pasal yang salah. Dikarnakan pelaku ini kan sebenarnya seperti orang-orang biasa, hanya melakukan semacam repost (unggah ulang) atau nge-share (menyebarkan) sebuah informasi yang tidak lain adalah hasil rekaman suatu peristiwa.

Heri yang juga mantan Ketua Tim Antar-Kementerian dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Tahun 2016 menambahkan bahwa justru isi rekaman peristiwa yang diunggah ulang oleh Palti yang bermasalah, sehingga, peristiwa tersebut seharusnya ditelisik terlebih dahulu kebenarannya.

Baca Juga: KPU Kembali Gelar Debat Cawapres, Posisi Cak Imin Ditengah

"Peristiwanya yang bermasalah. Jadi, peristiwa itu yang harusnya kemudian diinterogasi dahulu. Itu benar atau tidak? Kenapa sampai terjadi seperti itu?" ujarnya dikutip HARIAN BOGOR RAYA dari ANTARA.

Dan penggunaan Pasal 32 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagai dasar penangkapan Palti pun dinilainya kurang tepat.

Diketahui bahwa dalam Pasal 32 UU ITE, melarang perbuatan mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Gelar Safari Politik di wilayah Jawa Timur

Jadi menurutnya, Pasal 32 ini lebih cocok untuk para hacker (peretas), bukan orang yang repost, bukan orang yang menyebarkan sebuah informasi yang informasinya juga sudah tersebar di mana-mana.

Melaui platform X atas akun @henrysubiakto, Jumat siang 19 Januari 2024 bahwa polisi harus melakukan gelar perkara dengan menghadirkan ahli untuk menunjukkan pelanggaran hukum yang dilakukan.

"Polisi jangan asal melaksanakan pesan tanpa mengkaji norma secara benar. Harus ada gelar perkara dengan menghadirkan ahli yang menunjukkan sudah ada pelanggaran hukum. Kalau sudah ada, umumkan siapa ahlinya, tunjukkan pelanggaran hukumnya. Saya siap memberi keterangan ahli terkait ITE kasus ini," ujar Henri seperti dikutip dati X.

Baca Juga: Bus Pariwisata Rombongan Siswa SMAN 1 Sidoarjo Alami Kecelakaan di Ruas Tol Ngawi-Solo

Sebelumnya, dikabarkan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap Palti Hutabarat karena diduga menyebarkan berita bohong.

"Kami sudah menelusuri, yang pertama adalah benar bahwasanya proses penangkapan telah dilakukan oleh Dittipidsiber Bareskrim Polri," ujar Trunoyudo.

Trunoyudo menjelaskan penangkapan dilakukan dalam rangka penyidikan yang saat ini sedang dilakukan penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri.***

Editor: Herawati Nurlia

Tags

Terkini

Terpopuler