Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Nilai Pergantian Panglima TNI Sarat akan Kepentingan

- 5 November 2023, 22:16 WIB
Kasad Jenderal TNI Agus Subiyanto menjawab pertanyaan wartawan pada sela-sela kegiatannya menghadiri Gerakan Nasional Ketahanan Pangan di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, Rabu, 1 November 2023.
Kasad Jenderal TNI Agus Subiyanto menjawab pertanyaan wartawan pada sela-sela kegiatannya menghadiri Gerakan Nasional Ketahanan Pangan di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, Rabu, 1 November 2023. /Antara/Genta Tenri Mawangi/

HARIAN BOGOR RAYA - Presiden Joko Widodo telah mengusung satu nama Jenderal untuk menggantikan laksamana yudo Margono sebagai panglima TNI. Yang mana jenderal yang akan menjadi panglima TNI yaitu jenderal TNI Agus Subiyanto.

Agus Subiyanto sendiri merupakan kepala staf angkatan darat yang baru saja menggantikan jenderal Dudung Abdurrahman. Sebelumnya Agus merupakan wakil kepala staf angkatan darat.

Dan terkait pergantian panglima TNI oleh presiden Joko Widodo menjelang pemilu 2024, ditanggapi serius oleh koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan.

Baca Juga: Presiden Jokowi Nikmati Makan Siang Bersama Dengan Ketiga Capres RI

Koalisi tersebut mensinyalir pergantian panglima TNI saat ini diduga adanya fenomena nepotisme terkait kepentingan Jokowi yang melakukan cawe-cawe dalam pemilihan presiden.

Di mana diketahui bahwa putra presiden Jokowi yaitu Gibran rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.

Oleh karena itulah maka pengusulan Agus Subianto sebagai calon panglima TNI diperkirakan untuk memenangkan Prabowo dan Gibran.

Baca Juga: Baliho Dicopot saat Presiden Berkunjung Ke Batubulan Bali, TPN Ganjar-Mahfud Angkat Bicara

Walaupun sebenarnya pergantian Laksamana TNI Yudo Margono sebagai Panglima TNI dikarenakan masa jabatan Panglima TNI saat ini akan segera berakhir pada akhir bulan November 2023.

Pergantian panglima TNI menurut dari koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan, merupakan jalan rotasi dan regenerasi jabatan di tubuh TNI secara fair demi kepentingan negara, bukan demi kepentingan pemerintah yang berkuasa. Apalagi jika dijalani dengan cara yang berbau nepotisme.

"Sayangnya, justru ini yang kami sinyalir tengah terjadi, yaitu fenomena nepotisme dalam hal pergantian Panglima TNI," ujar Julius Ibrani mewakili keterangan tertulis koalisi yang terdiri dari IMPARSIAL, KontraS, YLBHI, Amnesty Internasional, Public Virtue, PBHI, WALHI, ELSAM, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICJR, LBH Pos Malang, Centra Initiative, Setara Institute, ICW, Sabtu, 4 November 2023.

Baca Juga: Presiden Jokowi Lepas Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina

Jika mengingat hubungan emosional antara presiden Joko Widodo dan Agus Subianto sudah terjalin saat mereka sama-sama memimpin pemerintahan dan satuan teritorial di kota Solo. Di mana saat itu presiden Jokowi masih menjabat sebagai walikota Solo dan Agus Subianto saat itu masih menjabat sebagai komandan kodim Surakarta (Solo).

Oleh karena itulah fenomena nepotisme sangat terasa jika melihat latar belakang hubungan dekat antara keduanya.

Mengingat saat ini Indonesia Tengah memasuki tahun politik electoral, maka koalisi meminta pemilihan calon panglima TNI harus betul-betul didasarkan pada kepentingan rotasi dan regenerasi di dalam tubuh TNI, dan bukan didasari pada kedekatan personal maupun kedekatan dan kepentingan politik.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Indonesia Marah Besar Terhadap Serangan Israel ke Warga Sipil di Gaza

"Kami memandang, nama Agus Subiyanto rentan dimensi politisnya. Usulan nama itu juga punya potensi besar disalahgunakan Presiden untuk Kontestasi pemilu 2024." Ujarnya.

"Kami memandang bahwa proses pergantian Panglima TNI harus selalu ditujukan sebagai momentum perbaikan internal dalam rangka mewujudkan TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional, modern dan menghormati HAM." Ucapnya.

Polisi berharap agar proses pergantian panglima TNI dalam suasana kontestasi politik bebas dari kepentingan yang pragmatis politik. Di mana presiden dan DPR harus menghindari dan meninggalkan pola pragmatis-politis dalam pergantian panglima TNI.

Baca Juga: Hoaks Video Presiden Jokowi Pidato Gunakan Bahasa Mandarin Viral di Media Sosial

Untuk mencegah hal yang dimaksud maka presiden dan DPR harus mempertimbangkan unsur kedekatan dengan lingkaran kekuasaan, kepentingan kelompok, dan keuntungan politik. Pola pergantian yang berbasis pada pragmatis-politis menjadi berbahaya, karena selain menjadikan TNI rentan dipolitisasi juga menggerus profesionalitas, merusak soliditas internal TNI, dan mengabaikan reformasi TNI.

"Kami memandang alih-alih menggunakan pendekatan pragmatis-politis, pergantian Panglima TNI sudah sepatutnya mengedepankan pendekatan substantif di mana pendekatan yang menempatkan proses pergantian Panglima TNI yang menekankan pada kapasitas dan kapabilitas dalam memimpin TNI. Dalam konteks ini, presiden perlu mencermati secara seksama rekam jejak, prestasi, kompetensi dan integritas calon-calon yang ada, termasuk bebas dari dugaan korupsi, pelanggaran hukum dan kasus HAM."ucapnya.

Oleh karena itu Presiden dapat meminta masukan dari berbagai pihak seperti Komnas Perempuan, Komnas HAM, KPK, akademisi, masyarakat sipil dan lainnya untuk menilai kualitas calon panglima TNI yang ada.***

 

Editor: Herawati Nurlia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x