Igo yang merupakan mahasiswa Program Doktor pada Fakultas Ekonomi Undip itu menyayangkan bahwa pola hidup hedonisme kini justru menjangkiti negara berkembang dan miskin
Sebagian Generasi Z sekarang ini, misalnya, malu terlihat miskin. Banyak kasus terungkap di media online. Seperti halnya, siswa saat acara wisuda malu dihadiri ayahnya yang hanya naik sepeda motor dan sebagai buruh tani. Penipuan-penipuan online yang dilakukan oleh Generasi Z yang mana kerugiannya terhitung fantastis, ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Dalam konteks ini, Igo memberi contoh berita yang viral beberapa waktu lalu, ABG kembar usia di bawah 25 tahun, dari keluarga kalangan bawah. Mereka menipu sampai puluhan miliar rupiah demi bisa bergaya hidup hedonistik dan belanja foya-foya ke luar negeri.
Sementara di Afrika, ada budaya La Sape, istilah untuk kaum muda yang rela hidup dengan fashion branded namun kesulitan untuk makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Jhon White, profesor Filsafat Pendidikan, di Institut Pendidikan UCL London, dalam tulisannya The Frugal Life, and Why We Should Educate for It menjelaskan bahwa frugal living harus diadopsi oleh generasi masa depan. Tidak hanya negara miskin atau berkembang, bagi negara kaya pun konsep frugal living sudah harus diadopsi sebaik-baiknya.
Jumlah penduduk dunia yang terus meningkat, sumber daya yang semakin terbatas mau tidak mau membuat manusia harus mengadopsi gaya hidup yang hemat, tidak menghambur-hamburkan sumber daya dengan percuma.
Menurutnya, konsep frugal living secara langsung dapat berhubungan dengan upaya-upaya menyelamatkan bumi.
Hemat vs hedonistik