HISOBI Ungkap Penerapan Batas Lingkar Pinggang di Indonesia dan Lingkar Pinggang Standar WHO

9 Maret 2023, 18:56 WIB
Ilustrasi Lingkar Pinggang /pexels.com

HARIAN BOGOR RAYA- Indonesia harus menerapkan batas lingkar pinggang yang lebih rendah dari standar WHO.

Prevalensi risiko metabolik yang tinggi terjadi pada lingkar pinggang pada banyak orang Asia yang lebih rendah dibandingkan dengan orang Eropa.

Demikian diungkap Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI), dr Dicky L. Tahapary, Sp.PD-KEMD, Ph.D.soal lingkar pinggang.

Baca Juga: Wajib Diketahui Demi Cegah Obesitas, Ahli Bagikan Saran Porsi Makan

Menurutnya, penting bagi kita untuk mengedukasi masyarakat bagaimana memahami lingkar pinggang. "Dan melakukan pengukuran lingkar pinggang sendiri,” ujarnya.

Ia menyarankan nilai batas indeks massa tubuh (IMT) untuk mendefinisikan obesitas pada orang dewasa di Indonesia direvisi menjadi di atas 25 kg/m2.

“Kami telah merilis publikasi yang menyarankan untuk merevisi nilai batas IMT ≥25 kg/m2, ambang batas ini mungkin lebih tepat untuk mendefinisikan obesitas pada populasi orang dewasa di Indonesia," kata Dicky melalui keterangan tertulis, Kamis.

Baca Juga: Cegah Obesitas, Dokter Spesialis Anak Bagikan Tips Kebutuhan Kalori Anak

Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkategorikan seseorang mengalami obesitas tingkat pertama apabila IMT-nya 25 - 29,9 dan obesitas tingkat kedua dengan IMT di atas 30.

Dan menurut Pedoman Gizi Seimbang, seseorang dikatakan obesitas apabila memiliki IMT di atas 27.

IMT didapatkan dengan membagi antara berat badan dalam satuan kilogram dan tinggi badan dalam satuan meter dikuadratkan atau berat badan (kilogram) dibagi tinggi badan (meter) dikali tinggi badan (meter).

Baca Juga: Deretan Risiko Besar Perempuan Obesitas, BKKBN Beri Imbauan Penting

Tak hanya IMT, Dicky juga menyarankan untuk menambahkan Edmonton Obesity Staging System (EOSS) ke dalam klasifikasi antropometri untuk evaluasi klinis obesitas yang lebih baik.

Edmonton Obesity Staging System adalah sistem analisa obesitas yang mencakup faktor metabolik, fisik, psikologis dan evaluasi klinis untuk memberikan opsi intervensi obesitas yang terbaik.

Sistem itu mengklasifikasikan obesitas ke dalam 5 kategori (0–4 tingkatan), tingkat 0 menunjukkan tidak ada faktor risiko terkait obesitas atau gangguan kesehatan apa pun; dan tingkat 4 menunjukkan kecacatan parah akibat penyakit kronis terkait obesitas.

Baca Juga: Waspada, WHO Sebut Sejumlah Faktor Bisa Tingkatkan Risiko Demensia

Kemudian, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat dari 19,1 persen pada 2007 menjadi 35,4 persen pada 2018.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes, dalam keterangan yang sama, mengatakan hasil itu menunjukkan obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling mendesak di Indonesia.

"Peningkatan ini kemungkinan disebabkan oleh dua faktor, yakni stigma mengenai obesitas dan ketidaksadaran akan tingkat keseriusan kondisi obesitas," kata Eva.

Obesitas dapat menyebabkan komplikasi, seperti hiperglikemia, diabetes tipe-2, dan penyakit kardiovaskular, hingga kematian. Menurut penelitian, setiap lima unit IMT di atas 25kg/m2 dapat meningkatkan risiko kematian sebesar 30 persen.

Baca Juga: WHO Beberkan Bahaya Mikroplastik Pada Air Kemasan, Bisa Dicerna

Bertepatan dengan World Obesity Day, Hari Obesitas Dunia setiap 4 Maret, Kementerian Kesehatan bersama perusahaan perawatan kesehatan di Indonesia mengajak semua pihak untuk mengambil peran, meningkatkan kesadaran serta pemahaman masyarakat mengenai obesitas dan mengambil aksi nyata untuk mengubah persepsi buruk dan mendorong perubahan dalam penanganan obesitas.

Wakil Direktur dan Manajer Umum Nordisk Indonesia Sreerekha Sreenivasan menuturkan perusahaannya berfokus pada tiga area untuk mendorong perubahan terkait obesitas.

”Obesitas lebih dari sekadar kelebihan berat badan, ini adalah masalah kesehatan jangka panjang," kata Sreenivasan.

Baca Juga: PeduliLindungi Akan Meleburkan Diri dalam Aplikasi Satu Sehat Mobile, Terobosan Baru Kemenkes

Ketiga area ini, yakni pencegahan dengan fokus membangun lingkungan yang lebih sehat, kemudian pengakuan untuk menumbuhkan empati bagi orang-orang dengan obesitas dan menjadikan obesitas sebagai prioritas perawatan kesehatan.

Terakhir, perawatan untuk memastikan orang dengan obesitas memiliki akses ke perawatan berbasis sains dan komprehensif.***

Editor: Maryam Purwoningrum

Tags

Terkini

Terpopuler