Ketahui Hal Penting dari Autoimun dan Kesehatan Mental

2 April 2024, 12:12 WIB
Mengenal Penyakit Autoimun, Ketika Sistem Kekebalan Tubuh Seseorang Menyerang Tubuhnya Sendiri /

HARIAN BOGOR RAYA - Hubungan antara penyakit autoimun dan kesehatan mental itu kompleks dan belum banyal dipahami oleh publik. Penelitian pun menunjukkan adanya kaitan antara gangguan autoimun seperti lupus, penyakit tiroid, dan multiple sclerosis dengan gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan bipolar. Faktor-faktor seperti peradangan, stres, dan perubahan neurotransmiter dapat memengaruhi kedua kondisi ini secara bersamaan.

Sel tubuh dan otak terpengaruh dari penyakit autoimun dimana sel-sel kekebalan tubuh menyerang diri sendiri. "Beberapa faktor berkontribusi pada koneksi ini termasuk peradangan dan komunikasi sistem imun otak," kata - Brent Nelson, MD, psikiater dan kepala informasi medis di PrairieCare.

"Peradangan ini dapat menyebar ke otak dan dapat mempengaruhi neurotransmiter yang mengatur suasana hati, menyebabkan peningkatan risiko gangguan suasana hati," jelasnya.

Baca Juga: Kata Pakar Soal Kesulitan Finansial dan Kesehatan Mental

Sementara, hasil studi baru yang dipublikasikan di Rheumatology menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen orang dengan penyakit autoimun juga mengalami depresi dan gangguan kecemasan.

Dilansir dari buletin Health dari Antara,, sekitar 13 persen perempuan dan tujuh persen pria mengalami kelainan autoimun dan hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh orang dengan penyakit autoimun jarang atau tidak pernah menyampaikan gangguan mental yang mereka alami ke penyedia layanan kesehatan.

"Rentang dan prevalensi gejala neurologis dan psikiatrik ini lebih tinggi dari yang sebelumnya ditemukan dan jauh lebih tinggi dari perkiraan klinisi," kata Melanie Sloan Ph.D, peneliti utama dalam studi tersebut dari Departemen Kesehatan Masyarakat dan Pelayanan Kesehatan Primer Universitas Cambridge kepada Health, dilansir dari Antara.

Baca Juga: Peneliti Ungkap Hasil Penelitian Wanita Dengan Penyakit Autoimun dan Depresi

"Bagi pasien, bagian pentingnya adalah bahwa mereka tidak sendirian jika mereka mendapatkan jenis gejala ini, dan hanya dengan memberi tahu dokter mereka bisa mendapatkan dukungan," dia melanjutkan.

Guna lebih memahami korelasi kelainan autoimun dengan kondisi kesehatan mental, para peneliti melakukan survei pada hampir 1.900 orang dengan gangguan autoimun dan menanyakan gejala neurologis dan psikiatrik mereka. Para peneliti juga melakukan survei pada hampir 300 penyedia layanan kesehatan.

Sloan dan timnya menemukan bahwa di antara peserta survei sebanyak 55 persen orang mengalami depresi, 57 persen orang mengalami kecemasan, 89 persen orang mengalami kelelahan parah, dan 70 persen orang mengalami disfungsi kognitif seperti masalah memori.

Baca Juga: Cara Penting Kurangi Risiko Terdampak Penyakit Autoimun

Para peneliti mencatat orang dengan penyakit autoimun kecil kemungkinannya menyampaikan masalah

kesehatan mental mereka atau meminta bantuan. Sebagian besar memilih diam karena takut akan menghadapi stigmatisasi.

"Banyak orang, bahkan tanpa penyakit rematik ini, berbagi ketakutan akan stigma tentang gejala kesehatan mental karena mereka akan dihakimi," kata Sloan.

Baca Juga: Hal Penting Bagi Para Caleg Demi Jaga Kesehatan Mental

Dia menjelaskan, lamanya waktu untuk mendiagnosis penyakit autoimun membuat banyak pasien kehilangan kepercayaan pada penyedia layanan kesehatan dan, dalam beberapa kasus, interpretasi sendiri tentang gejala mereka.

"Mereka takut bahwa jika mereka melaporkan gejala kesehatan mental atau neurologis, itu dapat menyebabkan mereka kembali ke hari-hari pra-diagnosis dan bahwa gejala penyakit masa depan mereka akan diabaikan sebagai akibat dari kesehatan mental," kata Sloan.

Hambatan lainnya adalah bahwa gejala kesehatan mental tidak selalu terlihat atau bisa diuji. "Kami menemukan beberapa klinisi, terutama psikiater dan perawat, sangat menghargai laporan pasien, tetapi beberapa penyedia layanan lain merasa lebih nyaman ketika mereka memiliki tes darah atau hasil pemindaian, atau bisa melihat sendiri gejala. Mereka menginginkan bukti objektif," kata Sloan.

Baca Juga: Pakar Mengatakan Makan Buah Kiwi Tingkatan Kesehatan Mental Dalam 4 Hari, Begini Paparnya

Namun, identifikasi kondisi kesehatan mental lebih bergantung pada mendengarkan dan mempercayai laporan seseorang.

"Kebanyakan orang sangat ingin mendapat bantuan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan membutuhkan dokter mereka untuk memvalidasi gejala-gejala yang menyedihkan ini," kata Sloan, menambahkan, "Bukan bekerja dengan model 'harus bisa dilihat agar dipercaya'.***

Editor: Maryam Purwoningrum

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler