Penilaian Ikatan Cendekiawan Pariwisata Soal Pariwisata dan Wisatawan

- 5 Januari 2024, 16:30 WIB
Ilustrasi - pariwisata Indonesia
Ilustrasi - pariwisata Indonesia /Pexels/Timur Kozmenko

HARIAN BOGOR RAYA - Ada penilaian bahwa perubahan nilai pariwisata dan perilaku wisatawan perlu pemerintah antisipasi dalam mengembangkan wisata di Indonesia.

Masih terkait pariwisata, ada potensi wisata yang perlu jadi bahan antisipasi seperti wellness tourism alias wisata berasis kesehatan dan kesejahteraan. Termasuk pun gastronomi tourism atau wisata memuaskan hasrat mencari makanan memiliki kualitas dan enak.

Indonesia sendiri punya potensi guna mengembangkan pariwisata gastronomi. Hal itu lantaran banyak kuliner unik dimana sebagian hanya bisa ditemukan di Indonesia seperti sagu dan rempah-rempah.

Baca Juga: Menparekraf Pastikan KTT AIS 2023 Berdampak pada Peningkatan Pariwisata di Bali

“Kemudian jangan lupa juga, UNWTO bahwa itu sudah mensyaratkan pariwisata kita itu harus mengacu kepada community-based tourism. Jadi, pariwisata yang berbasis kepada komunitas, tidak lagi kepada investor,” kata Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia, Azril Azahari.

Saat ada tantangan secara global maupun nasional, seperti kasus COVID-19 yang meningkat, Azril masih menaruh optimisme terhadap pariwisata Indonesia dan berharap tantangan tersebut menjadi peluang Indonesia menghadirkan pariwisata yang nyaman dan aman bagi pengunjung.

Ia pun menilai, saat ini wisatawan menginginkan customized-tourism atau wisata berbasis personal sehingga berbagai potensi wisata yang ada di berbagai bisa dikembangkan berdasarkan perubahan perilaku dalam berwisata tersebut.

Baca Juga: Bertemu Empat Mata, Sandiaga Uno dan Presiden Jokowi Bahas Pariwisata dan Politik

“Sekarang itu 'kan sudah customized-tourism, personalisasi, lokal dan memiliki wawasan. Itu keinginan dari wisatawan. Artinya apa? Dia maunya jadi customized-tourism, personal sekali yang diinginkannya, kearifan lokal,” kata Azril, dilansir dari Antara.

Wisatawan, kata Azril, mencari keunikan dan kearifan lokal dari tempat-tempat yang dikunjungi. Mereka tidak hanya menginginkan atraksi, namun, juga daya tarik yang memiliki ciri khas yang tidak dapat ditemukan di negara lain serta adanya nilai eksotisme di daerah tersebut.

Sang pakar melihat perilaku wisatawan telah berubah sejak era 1980-an hingga 2000-an, target wisata yang awalnya dihitung dari pariwisata massal, bergeser kepada wisata alternatif. Memasuki era 2020, perilaku berwisata berubah menjadi wisata yang berbasis kualitas dan disesuaikan dengan minat.

Baca Juga: Wali Kota Tangsel Siapkan Dua Rumah Sakit Untuk Bantu Perawatan Korban Kecelakaan Bis Pariwisata di Guci

Azril juga melihat wisatawan saat ini mendambakan kegiatan perjalanan yang sesuai dengan minat, seperti green and blue healing yang berkaitan dengan alam. Melihat tren tersebut, daerah dengan keanekaragaman alam harus menggali potensi mereka supaya bisa menjadi daya tarik untuk wisatawan, seperti melihat kawanan lumba-lumba di Sabang, atau pengalaman berinteraksi dengan hiu paus di Gorontalo.​​​​​

World Travel Tourism Council (WTTC) juga mengatakan bahwa, target nilai pariwisata daerah bukan lagi dihitung dari jumlah wisatawan, namun, seberapa besar kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan negara. Kontribusi bisa dilihat dari periode wisatawan menginap dan berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk berbelanja di tempat wisata.***

Editor: Maryam Purwoningrum

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah