Dahulu 2 Tahun, Kini Pasien TBC RO Bisa Lebih Cepat Diobati dengan Pengobatan BPal Dari 6 - 9 Bulan

- 1 Maret 2023, 12:32 WIB
Pengobatan TBC RO terdiri dari pengobatan paduan jangka pendek, paduan jangka panjang dan yang terbaru adalah paduan BPaL (Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid).
Pengobatan TBC RO terdiri dari pengobatan paduan jangka pendek, paduan jangka panjang dan yang terbaru adalah paduan BPaL (Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid). /Humas STPI /

HARIAN BOGOR RAYA - Pasien Tuberkulosis atau TBC Resisten Obat (TBC RO) kini dapat menjalani pengobatan lebih singkat.

“Saat ini sudah ada obat-obatan BPaL yang dapat menyembuhkan pasien, tidak lagi harus 24 bulan dan tanpa suntikan seperti saya dulu. Namun, dukungan sosial bagi pasien TBC RO oleh pendidik sebaya tetap diperlukan untuk memotivasi pasien menuntaskan pengobatannya”, ujar Budi Hermawan, selaku Ketua Perhimpunan Organisasi Pasien TBC.

Pengobatan TBC RO terdiri dari pengobatan paduan jangka pendek, paduan jangka panjang dan yang terbaru adalah paduan BPaL (Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid).

Baca Juga: Dokter Bicara TBC di Rutan Cipinang: 1 Ruangan Diisi Sampai 20 Orang yang Seharusnya Cuma 7 Orang!

Paduan BPaL sendiri memiliki jangka waktu pengobatan yang relatif cepat yaitu 6 hingga 9 bulan, namun paduan ini hanya bisa diberikan pada pasien TBC RO dengan kriteria yang telah ditentukan.

Pembahasan tersebut diinisiasi Stop TB Partnership Indonesia (STPI) yang menyelenggarakan “Dialog Multistakeholder untuk Penguatan Peran Organisasi Masyarakat Sipil dan Komunitas dalam Perawatan Pengobatan Orang Dengan TBC Resisten Obat (RO)” pada Selasa 28 Februari 2023 di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, secara offline dan online.

Saat ini, Indonesia sedang melakukan uji coba pengobatan TBC RO dengan panduan baru (BPaL) di delapan kota dalam konteks penelitian operasional sejak Agustus 2022 sampai dengan Juni 2023. Telah terdapat 4 pasien TBC-RO yang dinyatakan sembuh dengan pengobatan BPaL ini.

Baca Juga: PeduliLindungi Akan Meleburkan Diri dalam Aplikasi Satu Sehat Mobile, Terobosan Baru Kemenkes

Efek samping obat (ESO) menjadi salah satu permasalahan utama timbulnya pasien mangkir atau lost to follow up (LTFU) terutama pada pasien TBC RO. Maka dari itu, peran komunitas sangat diperlukan untuk memperkuat penanggulangan TBC RO.

Barry Adhitya selaku Program Manager PR Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI menyampaikan dari 1.441 pasien TBC RO yang didampingi oleh relawan komunitas pada tahun 2022, 4% diantaranya mangkir dalam 6 bulan pertama pengobatan, kondisi ini merupakan penurunan dari 6% di tahun 2021.

Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya peran serta komunitas yang berjalan di lapangan, namun, jumlah Manajer Kasus (MK) atau Patient Supporter (PS) belum memenuhi kebutuhan sejalan dengan penambahan Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang melayani TBC TO. Namun, komunitas juga berperan memberikan dukungan terhadap pasien melalui hotline TBC RO dan laman laportbc.

Baca Juga: Jangan Salah! 4 Buah Ini Ternyata Bisa Naikkan Berat Badan

Yoana Anandita, SKM mewakili WHO Indonesia menyampaikan bahwa Organisasi Penyintas (OPT) dan OMS serta komunitas dapat berperan dalam peningkatan literasi dan edukasi terkait TBC.

Pertemuan ini dihadiri oleh Kementerian Kesehatan RI dan beberapa Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) seperti Perhimpunan Organisasi Penyintas (POP) TB Indonesia, Pejuang Tangguh (PETA), Jejaring Riset TB (JetSet TB), USAID Indonesia, WHO Indonesia, KOPI TB Indonesia, PR Konsorsium Penabulu-STPI, PPTI, Rekat Peduli Indonesia, Yayasan Terus Berjuang (Terjang) Jawa Barat, Yayasan Kareba Baji Sulawesi Selatan, Inisiatif Lampung Sehat dan media.***

Editor: Didin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x