Deretan Perspektif Penyematan Gelar Haji

- 24 Juni 2024, 22:46 WIB
Ilustrasi haji/antara news.com
Ilustrasi haji/antara news.com /

HARIAN BOGOR RAYA - Sebanyak tiga perspektif penyematan gelar haji masih dilaksanakan hingga saat ini. Pertama, dilihat dari perjalanan haji untuk menyempurnakan rukun Islam yang ditempuh dengan jalan panjang lagi sulit. Kedua dilihat secara kultural karena narasi dan cerita-cerita menarik, heroik, dan mengharukan terus berkembang. 

Ketiga, dari sisi kolonial karena penyematan gelar haji punya cerita sendiri, dulunya pengaruh haji sangat besar terhadap gerakan anti-penjajahan, hingga pemerintah Belanda berupaya membatasi jamaah haji

Tradisi menyematkan gelar haji atau hajjah tak hanya sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia saja, melainkan juga di dunia Islam Melayu seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, hingga Thailand Selatan. 

Baca Juga: Catatan Penting Jamaah Haji Indonesia, dari Masalah MCK Hingga Tenda

“Tradisi di Mesir Utara bahkan bukan hanya memberi gelar haji, tapi juga melukis rumahnya dengan gambar Ka'bah dan moda transportasi yang digunakan ke Mekkah,” kata Antropolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi.

Tambahnya, gelar haji atau hajjah juga melambangkan kebanggaan seseorang, dan mencerminkan status sosial tertentu. Dan masyarakat masih awam tentang gelar haji yang disebutkan sebelum nama seseorang yang sudah berhaji. Lalu apakah penting gelar haji disebutkan? Fiolog Oman Fathurahman menjawab pertanyaan besar masyarakat tentang pentingnya menyebutkan gelar haji di depan nama seseorang yang sudah menunaikan ibadah haji. Menurut Oman, penyebutan gelar haji atau hajjah sah-sah saja dilakukan.

Penyebutan gelar haji atau hajjah sudah dilakukan sejak bertahun-tahun silam. Dahulu penyebutan gelar haji atau hajjah adalah sebuah kebanggan, apalagi perjalanan berhaji zaman dahulu sangat berat dan penuh rintangan. 

Baca Juga: Cerita Ayu Ting Ting Pisah Dengan Orangtuanya yang Pergi Haji

Tak semudah saat ini, dahulu seorang yang ingin berhaji harus mengarungi lautan, menerjang badai berbulan-bulan, menghindari perompak, dan menjelajah gurun pasir. Seorang yang berhasil melewati rintangan dan sampai ke Tanah Suci dianggap mberhasil mendapat anugerah dan kehormatan.

Halaman:

Editor: Maryam Purwoningrum

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah