HARIAN BOGOR RAYA - Sewaktu bulan September 2000, pecah gerakan intifada kedua. Gerakan intifada kedua itu memicu perang antara Pasukan Otoritas Palestina dan Angkatan Bersenjata Israel. Konflik tersebut berakhir pada tahun 2005 pasca Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon memerintahkan tentara dan pemukim Yahudi angkat kaki dari Gaza.
Setahun kemudian, Palestina menggelar pemilu. Hamas mendapatkan sebanyak 44 persen suara dalam dewan legislatif Palestina. Israel memberikan respon atas kesuksesan Hamas itu dengan menjatuhkan sanksi ekonomi. Kemudian, Hamas mau menerima hasil perjanjian-perjanjian Palestina-Israel terdahulu, serta mengakui Israel.
Tahun 2007, pecah konflik internal antara Fatah dan Hamas tahun 2007 yang membuat Fatah terusir dari Gaza. Ujung dari konflik internal ini, Israel memblokade Jalur Gaza.
Arab Saudi lalu memberikan mediasi antara Hamas dan Fatah guna membentuk pemerintah persatuan, dimana Hamas memerintah Gaza, sedangkan Tepi Barat dikelola Otoritas Palestina.
Kemudian, perkembangan berikutnya positif hingga berdampak baik pada peningkatan status Palestina di PBB ketika sejak November 2012. Palestina tak lagi berstatus "pengamat anggota non negara", melainkan "Negara Palestina".
Sayangnya, permusuhan Israel-Palestina tak kunjung padam, bahkan pada tahun 2014 pecah perang di Gaza.
Baca Juga: Kemenlu Minta Warga Negara Indonesia Segera Tinggalkan Palestina dan Israel
Pada periode relatif tenang, kekerasan memuncak lagi ketika pada November 2022 pemerintahan kanan pimpinan Benjamin Netanyahu melibatkan tokoh-tokoh kanan ekstrem, memerintah Israel.