HARIAN BOGOR RAYA - Perbuatan judi adalah perilaku toksik dimana bisa menyebabkan orang di sekitar toksik juga. "Karena itu perilaku toksik kalau menurut saya. Dan perilaku toksik itu, orang toksik ketemu orang normal 'kan jadi kacau juga," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo.
Walaupun belum punya penelitian objektif soal korelasi antara judi daring dengan perceraian, jelasnya, ada sekitar 70 persen penyebab perceraian di Indonesia itu dari perbedaan pendapat kecil antara suami dan istri. "Kami belum punya penelitian yang secara objektif menghubungkan antara perceraian sama judi 'online'. Tetapi perceraian yang kita lihat sekarang lebih dari 70 persen sebabnya karena perbedaan pendapat (konflik) yang kecil-kecil antara suami dan istri," kata Hasto.
Masih kata dia, judi punya kontribusi pada konflik yang terjadi di dalam rumah tangga. Konflik itu bisa berujung perceraian.
Baca Juga: Kejaksaan Beberkan Efek Jera Hukum Pada Pelaku Judi Online
"Jadi, saya khawatir kalau kepala rumah tangganya itu hidup dengan spekulasi (judi), saya yakin itu akan berkontribusi terhadap konflik di dalam keluarga," katanya.
Pelaku judi, jelasnya, umumnya membuat situasi keluarga tidak tenteram sebab penjudi tidak stabil emosinya dan cepat kecewa. "Dan saya yakin juga tidak berkahlah hasilnya. Sehingga perceraian pun akan terpengaruh. Itu baru hipotesis saya," kata
Hasto, dilansir dari Antara.
Dia khawatir kalau ada suami spekulasi dengan berjudi pasti situasi keluarga itu tidak tenteram. "Karena orang berjudi itu mungkin juga emosi, kecewa. Kalau menang pun juga eforia kadang-kadang uangnya dihambur-hamburkan," kata Hasto.
Baca Juga: RS Marzoeki Mahdi Bogor Buka Pelayanan bagi Pecandu Judi
Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada tahun 2023 ada 516.000 kasus perceraian.