Network
HARIAN BOGOR RAYA - Jika pengobatan TBRO (jenis tuberkulosis, red) bisa dibuat sesederhana mungkin, maka penanganan dapat diberikan di tingkat pelayanan primer. Contohnya adalah pusat kesehatan masyarakat. Ada sejumlah hal yang perlu dilakukan demi mengatasi masalah itu. Pertama, memastikan kualitas akses pelayanan kesehatan bagi penderita TBSO (Tuberkulosis Sensitif Obat) agar tidak semakin parah dan menjadi TBRO.
"Karena sebagian besar orang jadi TBRO karena pada saat diobati SO-nya itu dia belum selesai," ucap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Imran Pambudi, masih terkait TBC.
Masih terkait TBC, selanjutnya adalah akses pelayanan universal pengobatan TBRO, meningkatkan manajemen dan kepemilikan layanan TBRO di semua tingkat, memperkuat komitmen politis, serta implementasi penggunaan paduan obat baru.
Baca Juga: Pentingnya Edukasi Soal TBC Hingga Keberhasilan Pengobatan TBC
Sebagai upaya dalam penanganan TBRO, kata dia, Kemenkes juga mengeluarkan sejumlah surat keputusan untuk perluasan pelayanan kesehatan.
Jelasnya, pengobatan bagi penderita TBRO (Tuberkulosis Resisten Obat) perlu dibuat lebih ringkas, lebih aman, lebih baik. Hal itu guna mencegah silent pandemic akibat penyakit itu.
Menurut Imran, hal itu terjadi karena pengobatan TBRO rumit. Pasalnya, ada puluhan obat yang perlu dikonsumsi. Hal itu membuat orang enggan berobat.
Baca Juga: Indonesia Jadi Salah Satu Negara Sumbang Puluhan Persen Soal TBC
"Setiap hari itu orang harus, tanda kutip sarapan, sarapan tablet, satu genggam gitu ya. Jadi ini yang membuat kita jadi 'kayaknya kok nggak manusiawi gitu ya'. Orang disuruh berobat tapi makannya sampai satu genggam obat," ujarnya dalam acara "Pengobatan TBC RO, Kini Sembuh Lebih Cepat", dilansir dari Antara.
