Baca Juga: Begini Lirik Lagu Aiya Susanti Yang Lagi Viral di Tiktok
“Bisa saja kan ketemuan di tempat lain,” ujar Kaurkesra Andri dan Raksabumi Dedi.
Namun demikian, sudah cukup lama mereka tidak melihat orang berjaket menggunakan sepeda motor sambil membawa tas atau dompet besar datang ke wilayahnya siang atau sore hari atau bahkan hingga malam hari, seperti sebelumnya sangat dikenal dengan sebutan petuags bank keliling.
Masih kata Yossi, spanduk dibuat karena dia benar-benar merasa prihatin dengan kondisi warga yang banyak terlilit utang dari rentenir nyaris tanpa batas.
Setiap hari, rentenir yang melakukan penagihan atau menawarkan uang dari bank emok dan bang keliling atau bankli (istilah yang dikenal masyarakat setempat) berkeliaran.
Hingga akhirnya masyarakat yang tergiur untuk kebutuhan sesaat pun tertarik untuk meminjam tak peduli bayar dari mana.
“Mereka yang meminjam uang ke bankli ini awalnya ada yang untuk kebutuhan sehari-hari, ada yang untuk kebutuhan konsumtif, ada juga yang ikut-ikutan pinjam karena temannya meminjam,” ujar Yossa.
Baca Juga: Gara-gara Pandemi Covid-19, Campak Jadi KLB di Dunia
Sebagian masyarakat, menurut Kaur Kesra, Andri Agus Pratama dan Raksabumi Dedi Teja Sukmana, alasan meminjam karena mereka tidak bekerja atau hanya pekerja serabutan, buruh tani, atau mereka yang tidak memiliki penghasilan tetap, sehingga ketika dilakukan penagihan oleh bankli akhirnya meminjam lagi ke bankli lain atau rentenir lainnya untuk menutupi tagihan tersebut, begitu seterusnya.