Pemanis Buatan Erythritol Diproduksi Komersial, Penelitian Terbaru Ungkap Risikonya

- 2 Maret 2023, 19:19 WIB
Ilustrasi pemanis buatan.
Ilustrasi pemanis buatan. /Ilustrasi/Pixabay/congerdesign/

HARIAN BOGOR RAYA - Catatan Calorie Control Council Amerika Serikat menyebut, erythritol, pemanis buatan, diproduksi secara komersial lebih dari 30 tahun. Erythritol sebagai pemanis buatan juga digunakan sebagai pemanis industri di lebih dari 50 negara.

Menurut Calorie Control Council Amerika Serikat, keamanan pemanis buatan erythritol sebagai bahan makanan dalam kondisi penggunaan yang dimaksudkan telah dibuktikan oleh sejumlah studi keamanan manusia dan hewan. 

"Termasuk studi pemberian makan jangka pendek dan jangka panjang, reproduksi multigenerasi dan teratologi (kelainan bawaan)," kata lembaga tersebut dalam sebuah pernyataan terkait pemanis buatan erythritol.

Baca Juga: Deretan 5 Jenis Makanan Tidak Mengandung Kolesterol Tinggi

Karen Aspry, ketua Satuan Tugas Nutrisi dan Gaya Hidup American College of Cardiology, mengatakan penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum erythritol dapat dianggap berpotensi berbahaya.

"Pada titik ini, menurut saya, menggunakan sedikit pada makanan atau menggunakan bentuk butiran, itu bukan hal yang mengkhawatirkan,” terang Karen soal erythritol.

Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature Medicine mengungkap pemanis buatan yang biasa digunakan dalam makanan olahan dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Baca Juga: Deretan 5 Tanda Tersembunyi, Anda Dapat Peringatan Kekurangan Vitamin B12

Bahkan pemanis buatan yang ditambahkan ke makanan olahan dalam jumlah besar juga bisa meningkatkan risiko penggumpalan darah pada seseorang. Hal ini dikarenakan pemanis buatan ini mengandung erythritol.

Orang yang memiliki erythritol dalam jumlah besar dalam darahnya dua kali lebih mungkin menderita serangan jantung atau stroke, dibandingkan dengan mereka yang memiliki jumlah paling sedikit.

 

"Ada banyak data di sini untuk menyatakan bahwa kita harus membaca label dan menghindari erythritol, terutama jika berisiko terkena penyakit kardiovaskular," jelas peneliti senior dr Stanley Hazen seperi dilansir dari laman US News, Kamis (2/3/2023).***

Editor: Maryam Purwoningrum


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah